Sabtu, Juli 11, 2009

Selembut Salju Sekeras Batu

Dalam hidup memang kita tak akan bisa sepenuhnya paham akan orang lain. Bisa saja apa yang terlihat hanya maya fatamorgana bahkan hanya sebatas topeng belaka. Seringnya kita termakan dengan mulut manis, janji-janji yang membuai angan, apatah itu, keteguhan hati mampu luluh digempur keindahan. Lemah lunglai, ringan berasa ingin terbang di atas awan.

Dalamnya laut bisa diukur, dalamnya hati siapalah orang tahu? begitu kata pepatah. Siapapun kita, entah sekuat apapun hati kita. Batu pun mampu dikikis perlahan oleh tetesan-tetesan lembut air. Perlahan lambat laun, namun pasti batu itu akan berlubang karena tiap tetesannya.

Demikian juga saat kita mengira ada orang layaknya air, ia mudah berubah menyesuaikan tempatnya. Kita berpikiran bahwa dia tak punya pendirian, hinggalah kita beremeh temeh dengan yang satu ini. Sifat air yang tenang, hingga membuat sukar ditebak, berapa dalamnya, bilakah dahsyat gelombangnya, atau tergenang menebarkan benih penyakit. Kadang kita temui orang yang suka menjadi penjilat, tak punya pendirian. Hari ini sepakat "A" di lain waktu menusuk tanpa kompromi, dasar ular berkepala dua!

Kelembutan yang tersemai dalam butiran salju pun tak ubahnya hal yang semu. Bisa saja ianya akan menggumpal padat menjadi bongkahan es yang padat. Keras bagai batu karang, tak pelak kapal megah 'Titanic' pun mampu dikaramkan.

Desiran angin lembut menerpa kegerahan, begitu sepoi menenangkan jiwa. Di hari yang panas, semilirnya pasti dirindu, paling tidak untuk sekedar menyegarkan suasana. Angin menyatu menghebat, sekejap bangunan lantak rata dengan tanah.

Itulah bila kita mencoba menyangka orang lain. Pernahkah kita berkaca sendiri, yang manakah kita??? Mungkin benar saja bila diri ini hanya efek negatif dari kelenaan karena nikmat kecil yang terlalu berlebihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar